Pengkajian Sistem Pernafasan ( Lanjutan )

A. Observasi
Observasi penampilan umum klien sebelum memulai pemeriksaan system pernafasan yang lebih rinci, temukan adanya tanda-tanda berikut ini : (Ali : 1994)
1. Dispne
Perhatikan apakah terdapat tanda-tanda dispne pada waktu istirahat, respirasi rate yang abnormal, penggunaan otot- otot bantu pernafasan, pola nafas abnormal : pernafasan Cheyne Stokes, pernafasan Kussmaul, hyperventilasi, pernafasan biot, pernafasan apnestik.
2. Sianosis sentral, Amati adanya sianosis sentral pada lidah atau mukosa Sianosis sentral dapat terjadi akibat penyakit paru yang cukup berat untuk menimbulkan ketidakseimbangan ventilasi-perfusi.
3. Batuk, amati bagaimana sifat batuknya, apakah produktif atau tidak produktif produktif.
4. Sputum
Obsevasi jumlah dan jenis sputum (purulen, mukoid, atau mukopurulen). Volume sputum yang besar dan purulen menunjukan kemungkinan bronkiektasis. Sekresi yang berbusa dan merah muda dari trachea menunjukan adanya edema paru. Sputum yang berwarna gelap dan berbau menunjukkan adanya abses paru. Hemoptisis menunjukan tanda penyakit paru yang gawat.
5. Stridor
Stridor adalah bunyi serak kasar atau bunyi mengi yang paling keras pada inspirasi. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya obstruks laring, trahkea atau jalan nafas yang besar oleh benda asing, tumor atau
inflamasi. Ini adalah tanda yang memerlukan perhatian yang mendesak.
6. Suara serak
Dengarkan suara serak akibat adanya kelumpuhan saraf laringeus rekuren yang berkaitan dengan karsinoma paru atau karsinoma laring.Tetapi penyebab paling sering adalah laryngitis.
Dibawah ini merupakan penuntun yang dipat digunakan saat melakukan observasi pada pengkajian system pernafasan. (Matassarin :1997)
1. Bagaimana frekwensi, kedalaman, dan pola nafas? Adakah penggunaan otot Bantu nafas?
2. Apakah ada indikasi sianosis sentral yang memungkinkan adanya hipoksemia dan penyakit jantung?
3. Apakah ada distensi vena jugularis?, apakah ada edema perifer atau tanda lain dari kelainan jantung?
4. Apakah palpasi dada menyebabkan nyeri?, bagaimana kesimetrisan pergerakan rongga dada?
5. Bagaimana bunyi nafas di lapang paru, apakah bersih atau ada ronchi, wheezing atau crackles?, apakah bunyi paru sama dikedua belah paru.
6. Periksa sputum atau hemaptoe, jika ada berapa jumlahnya, warna dan kosistensinya dan keasamaannya.

B. Interview
Interview dilakukan melalui pendekatan langsung maupun tidak langsung kepada klien atau kedua-duanyanya. Tujuan pengumpulan data melalui interview adalah untuk mengumpulkan data serta untuk mengetahui keterkaitannya. Adapun data yang perlu dikaji melalui interview pada pengkajian system pernafasan lanjut adalah sebagai berikut:
1. Biodata
Biodata yang perlu diketahui pada pengkajian system pernafasan yaitu : nama, usia, jenis kelamin, pendidikan serta pekerjaan. Angka kejadian beberapa gangguan system pernafasan sering berhubungan usia, jenis pekerjaan dan tingkat pendidikan rendah.
2. Riwayat kesehatan :
a. Keluhan utama yang biasa ditemukan pada gangguan system pernafasan adalah sesak napas, batuk, sputum produktif, haemoptisis, stridor dan nyeri dada. Stridor terjadi pada penyempitan partial jalan nafas bagian atas. Nyeri dada biasa terjadi pada kasus pleuritis, nyeri tersebut dirasakan tajam dan menusuk, berlokasi pada satu sisi dan nyeri meningkat dengan adanya pergerakan dada atau nafas dalam.
b. Riwayat kesehatan sekarang : merupakan penjelasan keluhan utama yang meliputi Provocative/Palliative (P), Quality/Quantity (Q), Region/Radiation (R), Scale/Severe (S), Time (T)
c. Riwayat kesehatan dahulu :
Pada riwayat kesehatan terdahulu harus dikaji tentang riwayat penyakit, trauma, injury saluran nafas atas dan dada seperti fraktur tulang iga, alergi, penggunaan antibiotic dan obat-obatan untuk pengobatan paru seperti bronchodilator, steroid, dan spesifik terapi seperti pil, cairan atau inhalasi.
d. Riwayat kesehatan keluarga :
Pada saat pengkajian riwayat kesehatan keluarga harus titanyakan tentang penyakit keturunan atau penyakit yang menyebar diantara anggota keluarga seperti asma, cystik fibrosis, emfisema, COPD, Ca. paru, TBC atau alergi. Buat daftar usia dan penyebab kematian pada anggota keluarga.
e. Riwayat psikososial :
1) Pekerjaan : identifikasi adanya agen dari lingkungan yang mungkin berkontribusi terhadap kondisi klien. Identifikasi lingkungan meliputi: lingkungan kerja atau hobi yang memungkinkan terjadinya paparan dari debu, asbestos, berilium, silica, atau polutan yang lain.
2) Geografik : perjalanan yang dilakukan baru-baru ini kedaerahdaerah dimana terdapat penyakit infeksi pernafasan seperti tuberkulosa (TBC), flu burung.
3) Lingkungan : Kondisi tempat tinggal yang buruk dan lingkungan yang padat/sesak dapat meningkatkan kemungkinan terpapar penyakit infeksi menular.
4) Kebiasaan sehari-hari : riwayat merokok baik jenis dan jumlahnya, minum alcohol yang dapat menyebabkan depresi reflek batuk sehingga beresiko terjadinya aspirasi, adiksi narkoba yang dapat menyebabkan over dosis dan gagal nafas. Penggunaan jarum suntik secara bergantian pada pemakai narkoba akan menyebabkan pneumoni kranii dan TBC.
5) Latihan/olahraga : Timbulnya batuk selama olahraga
6) Nutrisi : penyakit pernafasan kronik dapat menurunkan kapasitas paru dan meningkatkan kerja paru serta system kariovaskuler. Penambahan beban kerja ini dapat meningkatkan kebutuhan kalori dan dapat terjadi kehilangan berat badan. Pengaruh sekunder lainnya adalah anoreksia yang disebabkan
oleh obat-obatan, kelelahan.
f. Review of system : tanyakan pada klien manivestasi lain yang berhubungan dengan system pernafasan tentang adanya, flu, pilek, batuk, produksi seputum, nyeri dada, kesulitan bernafas, keluar cairan/sekret, oedem dependent, pembengkakan sinus, kelelahan, disorientasi, perubahan kepribadian, tachycardia 3. Pemeriksaan Fisik System Pernafasan
a. Inspeksi :
1) Kepala dan leher :
Bau nafas, sputum, pursed lips breathing, cyanosis bibir, adanya penggunaan otot-otot pernafasan seperti fleksi otot sternocleidomastoides. Diaphoresis, pernafdasan cuping hidung, jejas pada daerah leher, deviasi trachea, peningkatan JVP (oedema pareu dan tension pneumothorak).

2) Bentuk dan ukuran dada : ukuran diameter anterior posterior dan tranversal, dapat ditemukan
a) barel chest pada klien emfisema yang ditandai dengan peningkatan diameter anterior posterior
b) funnel chest : dada menjorok kedalam pada bagian bawah sternum pada klien.
c) Pigeon chest (pectus carinatum) : dada tampak menyerupai dada burung yang dapat disebabkan oleh ricketsia, yang ditandai oleh ada depresi dua bagian yaitu bagian bawah serta sternum yang menonjol.
Catat pergerakan dada yang dapat terlihat seperti adanya ketidak simetrisan pada dinding dada yang biasa terjadi pada klien dengan trauma dada atau flail chest. Lihat juga adanya jejas, tumor dan hematome serta penggunaan otot-otot bantu pernafasan , retraksi interkoste serta jenis pernafasan (perutatau dada).
Gb. 3 Pigeon chest (pectus carinatum) Sumber :
3) Kaji jenis pernafasan abnormal, meliputi:
a) cheynestoke
b) kussmaul
c) hyperventilasi
d) tachipnoe
e) dyspnoe
f) hypoventilasi (bradipnoe)
g) orthopnea
h) apnea
b. Palpasi
1) Trachea
Palpasi adanya massa, crepitasi, penyipangan trachea dari garis tengah (deviasi trachea)
2) Dada
Palpasi kesimetrisan pengembangan dada, tektur kulit, pulsasi, krepitasi, empisema subcutis massa, kehilangan kelenturan (tenderness), nyeri, bengkak. Tactile fremmitus atau Evocal fremmitus adalah fibrasi pada dinding dada yang dihasilkan oleh vocalisasi. Peningkatan fremitus terjadi karena adanya cairan atau massa seperti pada pneumonia, tumor dan di atas effuse pleura sedangkan penurunan fremitus terjadi pada effuse pleura atau atelektasis.
c. Perkusi
Perkusi dilakukan untuk mengkaji adanya suara resonan,hyperesonance, dullness, tymphani, dan flat.
d. Auskultasi
Dengarkan adanya perubahan bunyi pernafasan berupa penurunan atau hilang. Disamping itu kaji juga adanya bunyi wheezing, rales, dan ronchi. Wheezing terjadi pada pasien dengan obstruksi jalan napas yang disebabkan oleh benda asing atau tumor, PPOK. Rales dibagi menjadi 3 bagian yaitu fine, medium, coarse.
Fine rales terjadi pada fibrosis interstisial (asbestosis, edema intertisial (permulaan edema paru), terendamnya anveolus (pneumonia), kehilangan volume paru (atelektasis) dan permulaan fase CHF.
Medium rales terjadi pada klien dengan edema pulmonal, inflamasi brohial (bronchitis dan bronchiolitis).
Coarse rales terjadi pada klien yang bronchusnya berisi cairan.
Ronchi terjadi karena lewatnya udara melalui saluran yang berisi cairan, ronchi kadang terdengar pada kondisi penyakit yang menyebabkan peningkatan produksi mucus seperti pada pneumonia, bronchitis, brochoektasis. Ronchi terdengar pada saat ekspirasi dan lebih jelas pada saat batuk.
Fleural friction rub diakibatkan karena adanya inflamani pleura yang berhubungan dengan penyakit infeksi pada pleura, seperti pada pleuritis, pneumonia atau kematian jaringan pleura (infark). Bunyi ini disebabkan oleh pergesekan permukaan dua bagian pleura (visceral dan parietal) yang mengalami inflamasi, juga dapat didengar pada dinding dada yang mengalami fraktur.
4. Pemeriksaan penunjang
Diagnostic tes digunakan untuk mengkaji stats fungsional dari system pernafasan meliputi:
a. Test fungsi paru
Tes fungsi paru akan memberikan informasi tentang kondisi klien terkait dengan volume paru, kerja paru, mekanik/pergerakan paru dan kemampuan difusi paru. Test ini dilakukan di laboratorium akan tetapi dapat juga dilakukan diluar laboratorium dengan memodifikasi test ventilasi yang meliputi test kekuatan pengeluaran paru (volume), kapasitas paru, dan pengukuran ventilasi paru maksimal. Perubahan kemampuan fungsi paru terjadi pada pasien astma
b. Oksimetri
Oksimetri merupakan metoda yang aman dan sederhana dalam pengkajian oksigenasi. Keuntungan dari prosedur ini adalah pengambilan data dapat dilakukan dengan cara non invasive dan terus menerus. Sebelumnya metode umum untuk mengkaji status oksigenasi menggunakan analisa gas darah. Oksimetri pada dasarnya dipakai dalam pembedahan tetapi sekarang sudah meluas pada pelayanan akut. Fakta sekarang pulse oksimetri dapat dikatakan sebagai vital sign yang ke lima. Oksimeter dipasang pada jaringan atau ditempel pada ujung jari tangan, jari kaki pada daun telinga. Oksimeter dapat memberikan informasi presentasi Hb yang berikatan dengan oksigen (SaO2). Oksimetri masih memiliki keterbatasan dan masih perlu dikembangkan secara teknologi. Pergerakan pada tempat sensor dapat merubah absorbsi cahaya , pergerakan dapat mempengaruhi kemampuan oksimetri dalam mendeteksi kadar O2 yang diikat oleh Hb.
Hipotensi, hipotermi dan vasokontriksi dapat mengurangi aliran darah ke sensor. Untuk mengatasi masalah ini kehangatan jari harus dipelihara. Sensor seharus tidak ditempatkan pada daerah blood pressure cap terpasang, baju yang menekan, arteri line atau pemasangan kateter invasive. Sensor seharusnya tidak diplester pada jari klien. Oksimeter tidak dapat membaca dengan akurat pada Klien dengan gagal jantung kanan dan pada pasien yang dipasang PEEP.
Pembacaan oksimeter akan tidak akurat pada kuku yang di Cat Hiperbilirubin, dan warna kulit yang gelap dan cahaya yang terang.
Perbandingan saturasi oksigen dengan tekanan partial oksigen.
Kalau saturasi oksigen 50 % dan PaO2 25 mmHg menunjukan hipoksemia yang dapat mengacam kehidupan.
Saturasi O2 dengan PaO2 40 mmHg menunjukan pasien mengalami hipoksimia moderat. Sedangkan jika SaO2 90% PaO2 55 mmHg menunjukan pasien mengalami hipoksia ringan.
Gb. 6 Pulse Oxymetri
c. Capnografi
Capnografi merupakan prosedur non invasife yang digunakan untuk mengukur konsentrasi CO2 yang dikeluarkan pada saat klien terpasang ventilator. Jumlah CO2 yang ditemukan pada ekspirasi, end tidal CO2 (ETCO2) memiliki hubungan yang sangat dekat dengan PaCO2 arteri pada pasien dengan fungsi kardiorespiratori dan mertabolisme normal .
Gradien atau kemiringan normal PaCO2 dan ETCO2 memiliki kemiringan sekitar 5 mm. PaCO2 meningkat pada pasien hipoventilasi dan menurun pada hiperventilasi.
d. Analisa Gas Darah
AGD arteri digunakan untuk mengukur Ph, PaO2, PaCO2, bicarbonate HCO3 – dan SatO2. PaO2 merefleksikan efesiensi pertukaran gas, sedangkan PaCO2 merefleksikan efektifitas ventilasi alveolar. AGDsangat esensial untuk mengkaji klien dengan gangguan pulmonary dan nonpulmonary akut, yang membutuhkan jalan nafas buatan dan ketergantungan pada ventilasi mekanik atau klien yang mengalami penyakit pernafasan kronik. PH, menunjukan derajat keasaman darah, nilai normalnya 7,35 – 7,45. PH kurang dari 7,35 menujukan asidosis, sedangan lebih dari 7,45 menunjukan alkalosis. PH harus dijaga dalam rentang batas normal untuk memelihara fungsi enzim dan metabolisma normal pada tubuh, jika tubuh menjadi asam kontraksi kardiak akan menurun dan secara normal pada fungsi vascular akan menurunkan katekolamin, sedangkan pada kondisi alkalosis oksigenasi jaringan dan fungsi neuromuscular akan terganggu. Evaluasi PaO2 dilakukan pertama karena menunjukan keseriusan hipoksemia. Hypoksemia merefleksikan PaO2 tetapi tidak menunjukan status oksigensai jaringan. Nilai normalnya 80 – 100 mmHg. Hipoksemina ringan terjadi jika PaO2 < 80 mmHg pada udara
3 3
kamar, Hipoksemia berat terjadi jika PaO2 50 mmHg. Hiperventilasi alveolar dengan PaCO2 < 30 mmHg dapat menyebabkan over breathing. PaCO2 sangat penting mengingat PaCO2 menunjukkan derajat keasaman. CO2 normalnya berikatan dengan air untuk membentuk asam karbonat sehingga jika PaCO2 tinggi darah menjadi asam, sedangkan PaC rendah menyebabkan darah alkalosis. Paru-paru dapat melakukan kompensasi terhadap perubahan abnormalitas pH dalam waktu 15 -60 menit.
HCO3
– nilai normalnya 22 -26 mEq/Lt. HCO3
– adalah basa dan
merupakan cerminan dari komponen metabolic keseimbangan asam basa dan diatur oleh ginjal. Ketika HCO3
– meningkat dalam darah maka darah menjadi basa. Tubuh menjadi asidosis jika HCO3
– < 22 mEq/lt.
Kompensasi untuk membantu mempertahankan homeostasis dan pH normal tubuh. Sistem renal dan pernafasan yang sehat dapat melakukan kompensasi sebagian atau komplet yang berefek terhadap naik turunnya pH. Adanya kompensasi dapat dilihat dari kadar PaCO2 dan HCO3
– . Kompensasi dapat terjadi jika PaCO2 dan HCO3
– nilainya berlawanan. Partial kompensasi terjadi jika ada bukti kompensasi tetapi pH abnormal. Kompensasi komplet ditunjukkan jika pH, PaCO2 dan HCO3
– normal. Tidak terkompensasi jika salah satu komponen dariPaCO2 dan HCO3
– tidak normal dan yang lainnya normal.
e. Scan Ventilasi dan Perfusi Paru
Digunakan untuk mengetahui emboli pulmonal , infark pulmonal, fibrosis emfisema dan bronchiektasis.
CT scan
CT stands for computerized tomography. In this procedure, a thin X-ray beam is rotated around the area of the body to be visualized. Using very complicated mathematical processes called algorithms, the computer is able to generate a 3-D image of a section through the body. CT scans are very detailed and provide excellent information for the physician.
Thyroid cancer – CT scan
This CT scan of the upper chest (thorax) shows a malignant thyroid tumor (cancer). The dark area around the trachea (marked by the white U-shaped tip of the respiratory tube) is an area where normal tissue has been eroded and died (necrosis) as a result of tumor growth.
Pulmonary nodule, solitary – CT scan
This CT scan shows a single lesion (pulmonary nodule) in the left lung. This nodule is seen as the light circle in the upper portion of the dark area on the left side of the picture. A normal lung would look completely black in a CT scan.
Lung mass, right upper lobe – CT scan
This is a CT scan of the upper lungs. This individual has a mass in upper part of the right lung (left side of picture).

f. Tes untuk evaluasi struktur anatomi yaitu dengan foto thorak, USG,
Fluoroscopy, CT Scan Bronchoscopy, MRI, Galium Scan, Alveolar lavage, Endoscopy torakotomi, pulmonary angiography.
1) Photo thorak
Photo thorak memberikan informasi yang tidak dapat diketahui melalui pemeriksaan fisik, dan sering mengilustrasikan kelainan respiratory. Hasil torak foto menunjukkan struktur tulang.
Columna vertebra terlihat vertical ditengah torak. Kedua hemidiapragma normalnya tampak melingkar halus dan tajam. Hemidiapragma kanan terlihat lebih tinggi dari pada kiri. Perbatasan antara lingkar iga dan diapragma disebut sudut kostophrenic normalnya jelas kelihatan dan memiliki sudut. Jaringan jantung padat dan jelas kelihatan putih tetapi intensitasnya tidak seputih struktur tulang. Bayangan jantung normalnya
memiliki batasan yang jelas dan umumnya cenderung miring kekiri dari torak. Observasi lebih dekat menunjukan trackea berada ditenga atas dada juga diatas tulang cervical dan thorakal, percabangan trachea berada pada thoraxic ke 4 ke kanan dan ke kiri dan menjadi percabangan utama bronchus. Pembuluh darah pulmoner, bronchi dan kelenjar limfe terletak pada hilum sisi kiri dan kanan ditengah thorak. Jaringan paru tampak hitam pada foto hasil rontgent. Struktur penmbuluh darah paru terlihat putih dan tipis. Tujuan thorax foto adalah mendeteksi perubahan struktur anatomi jantung dan paru, mendeteksi adanya gangguan paru akut akibat gangguan jantung, mendeteksi adanya efusi perikard serta melakukan evaluasi letak kanul dan kateter yang terpasang.
Tanggung jawab perawat dalam pelaksanaan thorax foto yaitu menjelaskan prosedur dan alasan pemeriksaan, penderit diposisikan untuk mengambil foto pd posisi tegak, mendampingi pasien. Usahakan tidak ada yang meghalangi lempeng foto.

Prosedur:
– Tidak perlu pembatasan makanan dan cairan
– Foto dada PA dan lateral kiri untuk mengetahui kondisi dan ukuran jantung
– lepaskan perhiasan dileher, turunkan baju sampai ke pinggang dan pakaikan baji kertas/kain
– anjurkan posisi klien tegak dan menarik nafas dalam dan menahannya saat difoto.
Pneumothorax – chest X-ray
Pneumothorax occurs when air leaks from inside of the lung to the space between the
lung and the chest wall. The lung then collapses. The dark side of the chest (right side of
the picture) is filled with air that is outside of the lung tissue.
3 8
Tuberculosis, advanced – chest X-rays
Tuberculosis is an infectious disease that causes inflammation, the formation of
tubercules and other growths within tissue, and can cause tissue death. These chest X-rays
show advanced pulmonary tuberculosis. There are multiple light areas (opacities) of
varying size that run together (coalesce). Arrows indicate the location of cavities within
these light areas. The X-ray on the left clearly shows that the opacities are located in the
upper area of the lungs toward the back. The appearance is typical for chronic pulmonary
tuberculosis but may also occur with chronic pulmonary histiocytosis and chronic
pulmonary coccidioidomycosis. Pulmonary tuberculosis is making a comeback with new
resistant strains that are difficult to treat. Pulmonary tuberculosis is the most common
form of the disease, but other organs can be infected
Lung cancer, frontal chest X-ray
A CXR in a patient with central cancer of the right lung. Notice the white mass in the
middle portion of the right lung (seen on the left side of the picture).
3 9
2) USG
USG digunakan untuk menegakan diagnosa di berbagai
bagian tubuh. USG sangat membantu dengan akurat dalam
mendeteksi jumlah dan lokasi cairan pleura sebanyak 50 ml atau
kurang. Dibandingkan dengan foto thorax yang dapat mendeteksi
bila cairan dipleura minimal 500 ml. jika teknik ini
dikombinasikan dengan thoracentesis, USG dapat menentukan
lokasi terbaik untuk penususkan jarum ketempat cairan itu berada.
3) Fluoroscopy
Fluoroscopy digunakan unutk mengobserbvasi struktur
dalam. Flouroscopuy penggunaanya tidak rutin tetapi lebih sering
pada situasi yang membutuhkan obsrvasi thorak yang kontinu.
Kegunaan flouoroscopy yaitu : mengobservasi diafragma selama
inspirasi dan ekspirasi, mendeteksi pergerakan mediastinum saat
nafas dalam, mengkaji jantung, pembuluh darah dan struktur
terkait. Mengidentifikasi kelainan oesofagus dan adanya masa pada
mediastinum.
4) Brochoscopy
Bronchoscopy adalah pemeriksaan daerah brochial dengan
menggunakan bronchoscop. Bronchoscopy untuk pemeriksaan
diagnostik, pemeriksaan jaringan, evaluasi lanjut terhadap
pengangkatan tumor , pengambilan spesimen untuk diagnosis dan
evaluasi area perdarahan. Untuk tujuan therapeutik bronchoscopy
dilakukan untuk pengangkatan benda asing dari tubuh,
mengeluarkan sekret yang berlebihan, therapi atelektasis post
operatif dan pengangkatan lesi.
4 0
Prosedur
Berikan penjelasan kepada pasien dan keluarga untuk
mendap[atkan inform consent. Intruksikan pasien untuk puasa
enam jam sebelum melakukan bronchoscopy. Jelaskan pada pasien
bahwa setelah dilakukan prosedur akan timbul gejala sulit menelan
sementara. Anjurkan kepada pasien apabila menggunakan gigi
palsu, kontak lensa atau alat protesis lainnya agar dilepaskan.
Berikan pakaian atau gaun steril. Pemberian anastesi lokal dan
sedatif intara vena untuk menekan refleks batuk dan mengurangi
kecemasan. Anastesi lokal juga disemprotkan pada tenggorakan.
Selama prosedur klien diposisikan supine dengan kepala
hyperektensi. Perawat mengukur tanda-tanda vital kemudian
menyakinkan pasien dan membantu dokter jika diperlukan.
Setelah prosedur tanda-tanda vital dimonitor. Kaji adanya
distress pernafasan meliputi dispne, perubahan respirasi rate,
penggunaan otot-otot pernafasan dan perubahan atau hilanggnya
gerak pernafasan. Sekret diinspeksi untuk melihat adanya
hemoptisis. Pasien dipuasakan hingga refleks batu dan menelan
klembali normal, bioasanya satu samapai dua jam. Sekali pasien
dapat menelan berikan air minum sedikit demi sedikit. Suara paru
dimonitor selama 24 jam. Adanya suara yang tidak simetris atau
abnormal supaya segera dilaporkan, karena pnemothorak dapat
muncul setelah bronchoscopy
5) Endoscopy thoracothomy
Endoscopy thorachotomy adalah prosedur diagnostik
sebagai alternatif untuk biopsy paru terbuka dan untuk melihat
gangguan permukaan pleura.
Sebelum dilakukan prosedur ini jelaskan kepada pasien
pentinmgnya dilakukan tinadakan tersebut utnuk memperoleh
inform consent. Endoscopy thoracothomy merupakan tindakan
4 1
pembedahan yang memerlukan anasthesi umum.. Jelaskan bahwa
akan terpasang chestube yang akan diperlukan untuk memfasilitasi
batuk dan nafas dalam.
Secara umum akan dibuat tiga incisi kecil pada dinding
dada pada bagian tengah, sebuah alat yang dilengkapi dengan
kamera dan video proyektor dimasukan pada incisi pertama untuk
melihat jaringan kemudian dilakukan manipulasi dan biopsi pada
oncisi yang lain. Sebuah alat seperti selang dimasukan untuk menin
gklatkan ekspansi paru. Keuntungan prosedur ini adalah anasthesi
dilakukan singkat, nyeri minimal, dan rawat inap sebentar.
6) Pulmonary Angiografi
Pulmonary angiografi adalah prosedur yang digunakan
untuk memeriksa struktur vaskularisasi secara spesifik. Prosedur
ini dilakukan untuk mendeteksi adanya kelainan kongenital pada
cabang vaskular paru, kelainan sirkulasi vena pulmonal, adanya
kelainan pada arteri atau vena pulmonal (hypertensi arteri
pulmonal), destruksi akibat efek emfisema, melihat kemajuan dari
reseksi karsinoma bronkhogenik, adanya lesi periferal paru dan
adanya tromboemboli di paruy.
Prosedur dilakukan dengan menginjeksikan zat kontras ke
sistem vaskulkar paru melalui kateter. Selama dilakukan prosedur
ini kateter dapat dilakukan pada ateri perifer atau langsung ke arteri
pulmonal pada salah satau cabangnya. Pada saat zat kontras
diinjeksikan dilakukan pengambilan foto.
Setelah dilakukan prosedur ini maka daerah dimana
dimasukannya kateter baik pada arteri perifer maupun sentral
penting untuk dilakukan observasi untuk mengkaji adanya infeksi,
hematoma, atau reaksi lokal terhada zat kontras (peningkatan
distress pernafasan, hypotensi, stridor dan adanya reaksi
anafilaksis.
4 2
g. Thoracentesis
Tharacentesis adalah pengambilan atau udara yang ditemukan pada
rongga pleura, tindakan thorasentesis akan menghilangkan akumulasi
cairan atau udara pada pleural yang menyebabkan kompresi paru dan
distress pernafasan. Pemeriksaan diagnosis ini sangat diperlukan untuk
menentukan penyebab adanyta infeksi atau emphiema. Cairan
dikumpulkan dan dikirimkan kelaboratorium untuk diperiksa spesifik
grafitasinya, adanya glukosa, protein, PH, kultur, dan uji sensitifitas serta
sitologi. Pendokumentasian terhadap warna dan konsistensi dari cairan
pleura juga dilakukan.
Prosedur dilakukan dengan tetap membrikan informed consent dan
menjelaskan pentingnya tindakan ini ke pasien. Pasien dalam posisi sit
upright. Pada posisi ini cairtan pleura akan terakumulasi pada basis thorak.
Posisi selain ini adalah posisi recumbent diman lengan diletaka di bawah
kepala. Instruksikan pasien untuk memepertahankan posisinya selama
proisedur. Jarum dimasukan ke ronga pleura melewati poleura visceral
atau parenkhim paru selama prosedur ini monitir tanad vital, observasi
adanya dispnea, kesulitan bernafas, mual, atau nyeri
Setelah prosedur ini berikan posisi berlawanan selama 1 jam untuk
memfasilitasi ekspansi paru. Pengkajian tanda-tanda vital, RR, karakter
dan bunyi nafas selalu dilakukan. Kaji adanya pneumothorak jika timbul
takhgipnea, dispnea, sianosis, retraksi atau hilangnya bunyi nafas. Cairan
yang diambil jumlahnya di catat. Foto thorak dilakukan untuk
mengevaluasi ekspansi paru atau untuk melihat adanya pneumothorak,
pada prosedur ini emphisema sub kutan dapat terjadsi karena udara pada
rongga pleura masuk ke jaringan sub kutan jaringan akan teraba seperti
kertas atau krepitus saat dipalpasi.
4 3
h. Biopsi spesimen dari biopsai dapat diambil dari babarapa jaringan organ
pernafasan untuk dipereksa. Biopsi pada struktur thorakobronkhial dapat
dilakukan selama bronkhoskopi, . Tujuan biopsi untuk melihat adanya
jaringan terhadap proses pathologi, struktur atau pengkajian sitilogi.
1) Biopsi Pleura
Dilakukan dengan tindakan pembedahan melalui insisi thorakotomi
atau selama thorakosentesis. Prosedur ini relatif aman, prosedur
diagnostik yang sederhana serta dapat menentukanb penyebab dari
efusi pleura. Cairan pleura dilakukan uji mikroskopik selular dan
kultur, jika ditemukan adanya bakteri maka perlu dilakukan biopsi
spesimen sebelum therapi. Pada prosedur ini pasien diberikan
penjelasan terkait dengan tujuan. Posisi pada biopsi sama dengan
thorakocentesis. Setelah prosedur ini dilakukan maka perlu dikaji
adanya injury nervus intercostal, pneumotorak dan haemotorak.
Komplikasi lain yang perlu dikaji meliputi adanya pucat, dispneu,
diaporesis dan adanya nyeri hebat. Prosedur inio biasanya diikuti foto
torak untuk melihat adanya hematorak yang diindikasikan adanya
peningkatan cairan pleura yang membutuhkan torakocentesis segera.
2) Biopsi paru
Biopsi paru dapat dilakukan bersamaan denga biopsi pleura
melalui tindakan pembedahan dengan atau tanpa endoskopi
menggunakan jarum yang didisain untuk mengambil jaringan paru.
Jaringan diperikssa untuk menemukan adanya kelainan struktur seluler
paru dan bakteri. Tindakan ini paling sering dilakukan untuk
mengidentifikasi adanya tumor paru atau perubahan parenchim paru
(Sarcoidosis)
4 4
i. Sputum
Obsevasi jumlah dan jenis sputum (purulen, mukoid, atau
mukopurulen). Volume sputum yang besar dan purulen (kuning atau hijau
) menunjukkkan kemungkinan bronkiektasis. Sekresi yang berbusa dan
merah muda dari trachea menunjukan adanya edema paru. Sputum yang
berwarna gelap dan berbau busuk menunjukkan adanya abses paru dengan
organisme anaerobik. Sejumlah kecil sputum purulen seringkali disertai
darah (hemoptisis) menunjukkan kemungkinan pneumonia lobaris.
Hemoptisis (batuk darah) dapat merupakan penyakit paru yang gawat dan
harus selalu diselidiki. Paling baik adalah berdasarkan penilaian pasien
mengenai rasa dari sputumnya, yang berbau busuk pada keadaan seperti
bronkiektasis atau abses paru.
Pemeriksaan sputum dilakukan untuk mengetahui adanya bakteri,
jamur, atau adanya sel yang dapat menentukan therapy untuk mengatasi
infeksi tersebut. Pemeriksaan sputum meliputi warna, jumlah dan kwalitas,
adanya darah, partikel makanan atau unsur yang tidak biasa ada dalam
sputum.Pemeriksaan sputum sebaiknya dilakukan sebulum mendapatkan
therapy antibiotik . Pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui jenis bakteri
serta pemeriksaan sitologi. Pemeriksaa sputum sebaiknya dilakukan pada
pagi hari karena sputum mengalami konsentrasi dalam satu hari. Sputum
diperiksa untuk menentukan jenis bakteri, kultur bakteri dan uji
sensitifitas. Jenis bakteri negative atau positif akan menentukan jenis
antibiotika yang sesuai.
4 5
III. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat ditemukan pada klien dengan gangguan
system pernafasan yaitu :
1. Tidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan ketidakmampuan
pengeluaran sekret, akumulasi sekret, sekresi sekret yang berlebihan,
trauma dada, tindakkan pembedahan, nyeri dan edema. Ditandai dengan :
sesak, abnormal AGD, gaurgling, stridor, ronchi, wheezing batuk tidak
produktif.
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ketidak seimbangan
perfusi ventilasi. Penurunan fungsi paru, perubahan hasil AGD. Ditandai
dengan dyspneu, Pigeon chest, hiperventilasi atau hipoventilasi, adanya
PCH, rales, stridor, sianosis, retraksi intercosta, abnormal AGD,
hipoksemia, perkusi paru dullness/tympani/ hipersonor, pergerakan
difragma tidak simetris, penurunan kesadaran, frekuensi nafas meningkat
atau menurun.
3. Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan tidak adequatnya
ventilasi dan oksigenasi jaringan, nyeri, gangguan neuromuscular,
penyakit paru kronik. Ditandai dengan : sesak, hipoventilasi, adanya
trauma dada, pernafasan abdominal, pursed lips breathing,
frekuensi/kedalaman nafas abnormal, wheezing, ronkhi.
4. Intoleran aktivitas berhubungan dengan nyeri, kelelahan, tidak adequatnya
oksigenasi.
5. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan pengeluaran sputum
berlebihan, batuk terus menerus, penyakit paru kronik, mual dan muntah.
6. Perubahan membrane mukosa mulut berhubungan dengan bernafas
melalui mulut, pemasangan intubasi, penyakit dan status koma.
7. Cemas berhubungan dengan kongesti paru, penyakit paru kronik, sesak
dan nyeri
8. Nyeri berhubungan degan proses inflamasi, penyakit paru akut atau
pleuritis, pneumonia, dan status terminal atau kanker.
4 6
9. Syndroma deficit perawatan diri berhubungan dengan kelelahan, hipoksia,
penurunan kesadaran, penyakit paru kronik dan kerusakan pertukaran gas.
10. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi.
4 7

DAFTAR PUSTAKA
Berck, Matassarin. (1997). Medical Surgical Nursing. Philadelphia: WB
Sunders Company.
http://www.medinfo.ufl.edu/years/bcs/96/clist/resp
http://www.erjournals.com/cgu/content/abstact
http://www.en.wikipedia.org/wiki/respiratory/examination
http://www.medicine.ucsd.edu/clinicalmed/lung
http://www.webteach.mc.uky.edu/nursing/nur869/webquets/labs
Lucman and Sorensen’s. 1993. Medical Surgical Nursing A Psychophysiologic
Approach, Tokyo. WB Saunders Company.
Martin. (2000). Clinical Nursing Skill Basic to Advance skill. New Jersey:
Practice Hall Health.
Ollivieri. (1991).Fundamentals of Nursing : Conceps Process and Practise.
California : Addisson-Wesley.
Talley, O’Connor. (1993). Clinical Examination : A Guide Physical Diagnosis.
(Ali, Penerjemah. Sydney : Mc Lennan & Petty. (Sumber asli diterbitkan
1994)

Tinggalkan komentar